Entah ada apa dengan Keane, setiap kali musik intronya dimainkan di celah celah kesibukan klinik, di selit antara lagu radio yang rumit, ada rasa sebu yang mengembang dalam perut. Ada rasa bahagia yang menjengah untuk seketika, sebelum mata kembali gelap dilitup banyaknya persoalan. Dalam urusan takdir, kita sama sekali tak punya jalan lain, selain untuk melaluinya. Tapi kata mereka, kita boleh memilih samada untuk terus tenggelam atau bangun seperti tidak ada apa pernah berlaku. Seperti sewaktu kecil dulu, bagaimana kita diajar ibu untuk bangkit segera setelah tersadung di atas pasir, tidak perlu tunggu menangis, tidak perlu tunggu orang mengangkat. Selagi kita punya kaki dan hasrat yang kuat, selagi itu, kita mampu. Ianya cukup klise, dan alur yang sedang ditempuh ini juga cukup klise, entah berapa ribu manusia sejak nabi Adam telah melaluinya.
Cuma mungkin yang rumit itu adalah hati sendiri. Kerana hati sendiri telah terlebih dahulu mendefinisikan cinta itu bagaimana, setia itu bagaimana, rindu itu bagaimana, sayang itu bagaimana, menurut perkiraan remajanya sendiri. Sekarang, dia tidak pasti siapa yang bersalah. Adakah hatinya terlalu cinta, terlalu sayang, terlalu rindu, terlalu setia, dan dengan itu, 'terlalu' telah selalu melukakan hatinya.
'Begitukah setia?' bisik hati kecil.
'Tidakkah sekelumit rasa bersalah?'
'Cinta yang dulu dapatkah dibahagi dua?'
'Janji dulu telah ke mana?'
Dan aku, cuma perempuan biasa yang banyak bertanya tentang kehidupan. Beliau biasa ada jawapannya, dan untuk kali ini, entah kepada siapa mahu bertanyakan.
Is this the place, we used to love
Is this the place that I've been dreaming of....
No comments:
Post a Comment